Rekan2x yth.,
Pada saat-saat ini, ada satu pertanyaan yang menggelayut di pikiran saya: “Bisakah terjadi saling penghargaan diantara sesama bangsa ini?”
Bisakah yang muda menghargai yang tua, begitu juga sebaliknya?
Bisakah yang yunior menghargai yang senior, begitu juga sebaliknya?
Bisakah murid menghargai guru?
Dsb.
Pertanyaan ini muncul di era ketika pelecehan dan fitnah merebak dimana-mana.
Semoga kita terlindung dari kedua hal tersebut … Amiin.
Wass,
Agung
bisa mas.. minimal dari diri kita dulu memberikan teladan…
Bisakah terjadi saling penghargaan diantara sesama bangsa ini?
penghargaan dengan kata dasar ‘harga’, harga adalah nilai yang dibayar oleh pembeli atas kegunaan atau fungsi suatu barang atau jasa.
penghargaan menurut definisi saya berarti memberi sesuatu yang bernilai atas faedah yang diterima sekelompok orang atau masyarakat atau negara atau sekelompok negara.
Jadi tidak ada penghargaan yang ada adalah rasa saling menghargai, rasa ini akan timbul jika tidak ada harga artinya semua didasarkan pada keikhlasan tanpa pamrih.
Umat beragama saling menghargai artinya sesama umat beragama harus ikhlas berbuat kebaikan juga terhadap umat beragama yang berlainan. Apabila daerah dengan mayoritas beragama selain Islam tertimpa musibah maka umat Islam membantu mereka dengan ikhlas seperti membantu saudara muslimnya yang lain, demikian juga sebaliknya. Tanpa Pamrih.
why not…? yang junior menghormati senior begitu pula yang senior menyayangi yang junior, jangankan menghargai sesama manusia kita juga diajarkan untuk menghargai alam dan seisinya oke setujukah ?
Bisa jugakah kita tidak menuntut untuk selalu dihargai….
Menginginkan penghargaan adalah manusiawi; masak orang yang kerja keras tidak menghendaki upah?
Nah, kalau dalam hal guru, sebetulnya guru tidak terlalu menghendaki uang yang banyak; yang penting ilmu yang berkah yang diteruskan oleh para murid.
Begitu juga orang tua. Tidak terlalu mengharapkan balasan anak.
Tapi apa iya, anak atau murid segitunya sehingga membangkang kepada orang tua atau guru?
Jelas saja orang tua atau guru marah. Wajar kan?
kalo dosen bisa ngga
“give and forget”
“give and who care”
Selama masih ada keraguan, jangan terlalu berharap ada rasa saling menghargai. 😀
Untuk Sandy:
Gak bisa dong, San. Dosen atau guru selalu perhatian sama muridnya, sebejat apapun dia; begitu juga orang tua ke anak.
Itulah seninya jadi guru/ortu.
Dia gak bisa jadi pedagang, karena mendidik itu ada seninya.
Murid atau ilmu juga tidak dapat dikatakan barang dagangan.
Atau kalo pun dikatakan barang dagangan, maka ortu dan guru adalah pedagang yang selalu menyediakan jasa perawatan.
trus kalo murid nya bejat trus apa yang bisa dilakukan guru/dosen?
memukul?
memberi peringatan?
ato akhirnya berdoa saja?
tidak ada yang mengutuk kan? tidak ada mengeluh juga kan? kalo merenung?
Guru atao orang tua yang bagus adalah berdoa. Tapi itu terus terang susah banget.
Emang susah jadi guru atao orang tua yang super ikhlash. Mungkin gak cukup dengan ilmu; tapi harus juga dengan pengalaman.
Tingkat dibawahnya adalah marah alias mengutuk, sambil masih menjadi guru atao orang tua. Setidaknya marah atao kutukan itu sebagai bentuk kasih sayangnya, walaupun bercampur dengan frustasi.
Tingkat yang paling rendah adalah … kapok jadi guru. Mendingan jadi tukang ojek.
Atau, kapok jadi orang tua; mendingan ditinggalin aja tuh keluarga. Alias cerai.
Tingkat ini yang terparah.
wah banyak kok yang ga cerai tapi langsung kabur …
dalam hal puasa aku gak setuju, kita mengemis atawa memaksa untuk dihargai/dihormati, yang puasa monggo yang gak puasa pun monggo warung tetap buka, kalo takut ngiler…. pergi aja nyepi ke hutan… he he he