Menurut hemat saya, memang PKS dibutuhkan di dua sisi, baik sebagai pendukung
pemerintahan dan pengkritiknya secara sekaligus. Kalau ingin populis dan
memikirkan popularitas diri sendiri, lebih baik memang PKS hanya menjadi oposisi
penuh. Bagaimana pun cuap-cuap diluar sistem lebih enak dan puass (apalagi
dengan sambil minum kopi panas)
Tapi, ternyata PKS juga dibutuhkan di dalam sistem: banyak kader dan
infrastruktur PKS yang tetap dibutuhkan oleh SBY. Bagaimanapun, SBY dan PD tetap
membutuhkan PKS, setelah GOLKAR hengkang dari koalisi.
Menjadi pengkritik dan pendukung sekaligus memang agak sulit dipahami dalam
kerangka politik yang dipahami kebanyakan manusia; jika menganggap politik
adalah sebatas kekuasaan. Tapi, jika kita menginginkan sistem politik yang
sehat, menurut saya, bisa2x saja itu dilakukan. Karena, kritik yang diberikan
adalah untuk membangun bukan untuk menghancurkan; sebaliknya kerja kabinet juga
membutuhkan feedback dari oposisi.
Jika ada yang berpendapat, “koq PKS gampang bener dikadalin oleh PD; kalo
ngambek dikit, tinggal buat pertemuan dengan SBY, entar juga ngambeknya ilang
…”
Kemungkinan pertama, PKS memang bener-bener lugu alias luar biasa guoblok.
Kemungkinan lain, PKS terlalu ikhlash, sehingga lebih banyak berkorbannya, demi
menjaga kelanggengan SBY dan Boediyono.
Dan yang pasti PKS bukan kumpulan orang luar biasa guoblok …
Kemudian tentang jargon nasionalis-islam, jawa-nonjawa, neoliberalism dsb …
perlu diketahui bahwa jargon tersebut bukanlah monopoli PKS. Nanti orang seperti
Andri Hokkaido bisa2x tersungging … atau ekonom2x yang anti neoliberalism bisa
ngamuk2x jika dikatakan jargon2x itu semua dari PKS. Jargon2x tersebut adalah
asfirasi sebagian anak2x bangsa juga. Rasanya wajar2x saja memetakan orang dalam
kelompok A, B, C dsb … itu konsekuensi dari pemikiran, kebijakan dsb yang
diambil oleh yang bersangkutan.
Dan hebatnya, Boediyono juga gak ngamuk, koq; beliau katakan itu menunjukkan
demokrasi yang sehat.
Jadi hikmah dari perang opini di media adalah masing2x dapat banyak belajar:
Boediyono setidaknya menjadi hati2x dengan kebijakan2x-nya; karena jika salah
ambil, dapat membenarkan anggapan dia adalah pro imf, neoliberal dsb. Dan juga
beliau akan lebih sering2x ibadah dengan benar agar dapat menunjukkan bahwa
beliau adalah bagian dari umat.