Menurut saya, yang kita saksikan hari ini adalah sebuah kezhaliman berdampak sistemik, ketika hukum menjadi ajang tawar-menawar, sehingga keadilan ditegakkan secara setengah2x.
Jaksa penuntut umum menuntut: MATI.
Realita persidangan meringankan Antasari.
Tapi, Hakim memvonis Antasari bersalah dengan hukuman tidak Mati.
Seharusnya, kalau mengikuti logika yang benar,
1. Antasari bersalah -> Mati
2. Antasari tidak bersalah -> Tidak mati -> Tidak dihukum
Lha, sekarang, Hakim ini rada nggak enak membebaskan, karena takut kepada konspirator yang punya pistol; disatu sisi Hakim juga rada enggak enak ke masyarakat yang sudah memahami bahwa ini benar2x kental konspirasinya.
Akhirnya kesimpulan Hakim benar2x membuat bingung dua kelompok yang berkepentingan:
1. Pihak Nasrudin merasa dizhalimi, karena kok Antasari BERSALAH, tapi cuma 18 tahun, bukan MATI?
2. Pihak Antasari dan masyarakat, juga merasa dizhalimi, karena kok divonis BERSALAH dan divonis 18 tahun, padahal nyata2x pengadilan menunjukkan Antasari TIDAK BERSALAH?
Akar masalah ini adalah ketika Hakim masih malu2x kucing mengakui ADANYA KONSPiRASI di kasus ini.
Tinggalkan Balasan