Terlepas dari ejekan sekelompok orang terhadap David Icke, terus terang saya setuju sekali dengan argumen2xnya sebagaimana terdapat di video ini:
Sumber:
http://www.youtube.com/watch?v=8_b-JrzgdAU&feature=PlayList&p=E27535B326C3D901&index=0&playnext=1
waduh đŚ
gw miskin benwit nih..
Teori Konspirasi memang sering diabaikan, tetapi bagi saya pribadi, teori konspirasi tetap layak untuk diketengahkan sepanjang bukti-bukti atas kejadian itu juga meragukan.
Sayang ngga bisa nonton, abis macet2. Tapi pada intinya ……. ya begitulah.
[…] https://trisetyarso.wordpress.com/2008/05/28/argumen-konspirasi-911-dari-david-icke/ […]
wah, videoooo… gak mampu benwit gw đŚ
waduh…. isinya pideo smuanya…
Pak, buat kita di indonesia, lebih banyak susahnya untuk membuka video. Bisa ga dituliskan pembicaraannya?
Kalau video saya punya dalam bentuk VCD.
Namanya konspirasi pasti tetap akan disebut teori karena nggak ada yang ngaku blak-blakan. Tapi dunia sudah semakin paham siapa dibalik semua perisitwa besar dunia saat ini.
Teori Konspirasi Selalu Meneror Kebenaran
Tanggal dimuat: 15/9/2003
Tepat hari Kamis, 11/09/03 yang lalu, Radio 68H Jakarta mengadakan diskusi untuk mengevaluasi 2 tahun perang melawan terorisme. Berbagai pandangan, mulai dari analisis suasana geo-politik global di Timur Tengah, sampai persoalan meningkatnya radikalisasi agama di Indonesia dibahas dalam diskusi tersebut. Diskusi tersebut mendatangkan antara lain, Dr Syafii Anwar, Ismail Yusanto dan Musthafa Abd Rahman.
Tepat hari Kamis, 11/09/03 yang lalu, Radio 68H Jakarta mengadakan diskusi untuk mengevaluasi 2 tahun perang melawan terorisme. Berbagai pandangan, mulai dari analisis suasana geo-politik global di Timur Tengah, sampai persoalan meningkatnya radikalisasi agama di Indonesia dibahas dalam diskusi tersebut. Diskusi tersebut mendatangkan antara lain, Dr Syafii Anwar, Ismail Yusanto dan Musthafa Abd Rahman. Berikut perbincangan mereka:
Dr Syafii Anwar:
Saya melihat tiga respon atau pendekatan terhadap tragedi 11 september 2001 di dunia Islam. Pertama, mereka yang percaya pengeboman di New York itu dilakukan kelompok Islam radikal, atau dalam bahasa Barat disebut kelompok fundamentalis Islam. kelompok ini yakin betul dengan keabsahan pendapatnya, dan mereka mengait-ngaitkan tragedi itu dengan operasi Jaringan Al-Qaidah pimpinan Usamah Bin Ladin.
Kedua, mereka yang melihatnya sebagai sebuah fakta, tapi lebih percaya pada teori konspirasi atau teori komplotan. Kelompok ini percaya teori konspirasi karena tidak percaya kelompok Islam melakukan aksi dahsyat tersebut. Bagi mereka, tragedi itu tak lebih, dilakukan antek-antek Amerika, baik Yahudi, Kristen, atau lainnya. Pendekatan kedua ini laris berkembang di negeri kita.
Ketiga, mereka yang mengambil posisi ambivalen; mengutuk peristiwa tersebut di satu sisi, tapi pendapat mereka tetap ngambang alias tidak jelas di sisi lain. Itu disebabkan mereka mempertimbangkan bahwa itu semua sulit dibuktikan.
Nah, saya sendiri berpendapat bahwa ketiga-tiganya punya kelebihan dan kekurangan. Saya ingin menambahkan teori atau pendekatan yang keempat, yaitu pendekatan yang menekankan perlunya verifikasi empirik. Kita tak bisa begitu saja mengatakan ini dan itu. Diperlukan verifikasi empirik yang mendalam ketika mengatasi atau menyelidiki kasus tersebut. Saya mengajukan ini karena ketiga pendekatan tersebut memiliki banyak kelemahan, terutama teori konspirasi yang sangat populer di Indonesia.
Teori konspirasi adalah teori yang dibangun atas dasar prakonsepsi, asumsi-asumsi atau bahkan imajinasi yang sudah kita bangun lebih dulu, dan itu sulit dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Dia selalu mengarah pada apa yang disebut pharanoia within reason. Jadi ada semacam pharanoia dalam akal pikiran. Teori konspirasi juga biasa mengembangkan apa yang dalam ilmu komunikasi disebut sistimatically distortion of information, informasi yang sengaja didistorsi secara sistimatis, sehingga sulit untuk dipertanggungjawabkan. Teori konspirasi juga mengarah pada terrorizing of the truth, meneror kebenaran itu sendiri, karena sulit dibuktikan. Nah, itulah yang perlu disaring.
Sangat sulit mengatakan siapa pelaku terorisme itu hanya dengan mengandalkan teori konspirasi.
Terus terang, di kalangan Islam terdapat juga dakwah yang mengarahkan pada aksi-aksi yang radikal. Ada banyak ajaran yang berangkat dari asumsi-asumi pembedaan dan pengotak-ngotakan. Dalam bahasa agama, itu bisa disebut minna waminkum, kita dan mereka, us and them. Ini disebabkan tafsir atas ayat-ayat Alqurâan yang sudah mengalami proses radikalisasi.
Ayat walan tardlâ dan lain sebagainya dapat dijadikan misal. Ayat tersebut secara semena-mena ditransformasikan sedemikian rupa, ditambahi muatan politik, dan dikeluarkan dari konteksnya yang asli. Lantas dia menimbulkan state of mind yang cenderung melakukan terrorizing of the truth atau terorisme atas kebenaran itu sendiri.
Dalam konteks sekarang, inilah yang mungkin dilakukan orang-orang yang ingin mencari popularitas diri. Mereka menegasikan bahwa dalam Islam terdapat bentuk-bentuk radikalisme. Mereka berusaha keras menolaknya. Padahal, hasil kajian-kajian yang ada –termasuk yang pernah saya lakukan sejak tahun 1980-1984âmemperlihatkan banyak sekali buku-buku dan pamflet-pamflet yang secara terang-terangan melakukan aksentuasi atas ajaran-ajaran Islam yang radikal.
Musthafa Abd. Rahman: (Wartawan Kompas untuk kawasan Timur Tengah):
Saya sangat terkejut mendengar lagu Usamah bin Ladin di Indonesia. Di Timur Tengah sekian tahun, saya justru tidak mendengar Usamah dilagukan. Usamah terlanjur dijadikan simbol atau inspirator terorisme internasional. Tentu kata terorisme di sini masih dalam tanda kutip, sebab defenisi terorisme itu saja sampai sekarang belum final. Di Timur Tengah, masih saja ada polemik yang tak habis-habisnya tentang apa definisi terorisme.
Saya akan menyampaikan fenomena pertarungan antara Amerika Serikat dengan gerakan Islam Politik, dan mungkin, sekelumit tentang bagaimana masa depannya.
Tragedi 11 september 2001 merupakan titik kulminasi pertarungan antara gerakan Islam Politik dengan Dunia Barat, khusunya Amerika Serikat. Sesungguhnya, pertarungan sudah dimulai jauh sebelum itu, persisinya sejak awal tahun 1970-an, ketika meletus perang Arab-Israel pada tahun 1973. Waktu itu, Presiden Mesir, Anwar Sadat, untuk pertama kalinya mengumandangkan bendera Islam dalam melawan Israel.
Perang lalu disusul oleh embargo minyak yang dilakukan negara-negara Arab konservatif seperti Kuwait, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab atas Barat. Sebelum itu, perlawanan atas kekuatan Barat di Timur Tengah dipersonifikasikan dalam wujud Isreal dan itu diusung oleh kekuatan nasionalisme Arab, baik dalam bentuk Naserisme di Mesir, dipimpin Gamal Abden Naser ataupun Baathisme, alias kekuasaan Partai Baath di Suriah dan Irak. Khadafisme yang dipimpin Moammar Qadhafi di Libya juga.
Gerakan-gerakan itu, semuanya memiliki latar belakang nasionalisme Arab yang kuat. Tapi kekalahan negara-negara Arab terhadap Israel dalam perang 1967, sungguh menyakitkan. Tanah Arab yang sangat luas seperti Gurun Sinai, Tepi Barat, Jalur Gaza, Dataran Tinggi Golan, dicaplok. Kekalahan nasionalisme Arab itu akhirnya memicu bangkitnya gerakan Islam Politik di Timur Tengah.
Dalam perang tahun 1973, Sadat tak lagi mengobarkan nasionalisme Arab, tapi memilih mengibarkan Islam. Itu kemudian diringi oleh embargo minyak dari negara Arab konseravatif atas Barat. Pada puncaknya, kita menyaksikan meletusnya Revolsi Islam di Iran pada 1979.
Ternyata, pertarungan Amerika dan gerakan Islam Politik, di kemudian hari bukan semakin memuncak. Kenapa?
Pada waktu Irak menginvasi Kuwait, Amerika Serikat dan kekuatan Barat terpaksa ikut campur dan berperang. Setelah mengusir Irak dari Kuwait, Amerika bukannya mengevalusi kebijakan politiknya di Timur Tengah, tapi justru semakin menguatkan cengkramannya. Iniah yang memicu reaksi balik yang sangat keras, khususnya dari kelompok Al-Qaidah pimpinan Usamah bin Laden. Selama dekade-dekade terakhir ini, pertarungan terus berlanjut dan semakin memuncak. Ini ditandai tragedi 11 september 2001. Bagaimana masa depan pertarungan itu?
Sebagian besar pengamat pesimsis akan ada solusi kompromi atau damai dalam petarungan dua kekuaatan ini. Kenapa? Amerika semakin mengukuhkan kebijakan konfrontasinya, misalnya dengan mengeneralisasi semua kelompok-kelompok yang anti Barat sebagai teroris. Hamas dan kelompok Jihad Islam di Palestina, menurut versi Amerika, Israel dan negara-negara Barat, adalah teroris. Padahal, mereka menyebut apa yang mereka lakukan sebagai perang membebaskan Tanah Air mereka sendiri.
Kelompok Hizbullah di Libanon Selatan, oleh Amerika juga dituduh teroris. Hizbullah selama ini berperang melawan Israel di Libanon Selatan demi membebaskan tanahnya sendiri. Amerika tidak berhenti di situ, tapi menekan Pemerintahan Libanon dan Suriah untuk membekukan aset kekayaan Hizbullah dan bahkan membubarkannya. Membubarkan Hizbullah atau membekukan asetnya beresiko luar bisa, karena mereka memiliki kekuatan yang sangat besar. Susah bagi Pemerintahan Libanon untuk menghadapinya.
Orang-orang Hizbullah sudah masuk parlemen. Mereka memiliki rumah sakit terbaik di Beirut Barat. Hizbullah juga memiliki sayap militer yang tangguh dan berpengalaman. Mereka berhasil mengusir tentara Isreal dari Libanon Selatan pada tahun 2000. Ini adalah situasi krusial di Timur Tengah.
Karena itu, masa depan konfrontasi Amerika dan gerakan Islam Politik sangat suram dan berwajah pesimistik. Amerika di satu pihak semakin memperkuat cengkramannya, sementara gerakan Islam Politik juga tidak mau mundur, ataupun berkompromi. Bahkan, mereka menciptakan kreasi-kreasi baru dalam melawan hegemoni Amerika dan Barat.
Maraknya aksi bom bunuh diri adalah bagian dari kreasi itu. Itu merupakan kreasi yang tidak bisa dibendung oleh teknologi canggih sekalipun. Misalnya Isreal. Dengan sistem keamanan yang berlapis-lapis, mereka tetap saja bisa ditembus. Aktivis Hamas dan Jihad Islam selalu berhasil menyusup ke kota-kota besar Isreal. Tidak tanggung-tanggung, mereka berhasil melancarkan aksi bom bunuh diri yang membawa korban cukup besar. Setiap mereka melontarkan ancaman, mereka selalu berhasil. Inilah bentuk kegagalan sistem keamanan atau teknologi militer yang dimiliki Isreal.
Begitu pula yang terjadi di Irak. Pasca jatuhnya Saddam, rakyat Irak tetap melakukan perlawanan dengan perang gerilya. Hampir setiap hari, ada saja pasukan Amerika yang tewas. Kalau setahun berjumlah 365 hari, berarti akan ada sekitar 365 pasukan Amerika yang tewas dalam setahun. Dampak politiknya tentu luar biasa. Seperti kita ketahui, perlawanan di Irak juga disponsori oleh kelompok Islam, khususnya kelompok Ikhwanul Muslimin di Irak Tengah, yang dikenal sebagai basis Islam Sunni.
Ada beberapa kekuatan baru di Irak pascainvasi Amerika. Ada Islam Sunni, di utara ada Kurdi dan di selatan ada Syiah. Tiga kekuatan ini merupakan kekuatan baru pascainvasi, dan mereka tertindas pada masa Saddam Hussein. Mereka anti-Saddam sekaligus anti-Amerika. Seandainya ada loyalis Saddam yang ikut mendompleng perlawanan Ikhwanul Muslimin di Irak, itu sesungguhnya hanya sementara saja, untuk menghadapi musuh bersama. Suatu saat, ketika perlawaan berhasil, mereka pasti akan pecah. Islam Sunni pasti membalas aktivis Partai Baath yang berideologi nasioalisme. Mencari solusi kompromi antara gerakan Islam Politik dan Amerika dalam waktu pendek atau menengah, saya kira sangat susah.
Kalau melihat fenomena beberapa bulan terakhir, invasi ke Irak justru memicu radikalisme. Tidak hanya di Irak, radikalisme juga meluas ke Riyadh, Casablanca, dan juga Palestina. Di Irak sendiri Amerika mengalami kesulitan luar biasa. Kita tahu, menjelang invasi ke Irak, semua kekuatan dunia, termasuk PBB, didepak oleh Amerika. Sekarang, Amerika mengemis-ngemis supaya kekuatan negara lain dilibatkan di Irak. Itu sebetulnya untuk menutup kegagalan Amerika di Irak. Peristiwa ini dipastikan bedampak politik yang serius di Amerika, khususnya menjelang kampanye presiden tahun depan.
Ismail Yusanto (Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia):
Dalam dunia yang sudah borderless ini, persoalan aksi dan reaksi atas kekerasan mudah dilihat. Apa yang terjadi di Timur Tengah bisa disaksikan siapapun yang mengikuti media massa. Keprihatinan, sentimen dan semangat perlawanan begitu mudah menyebar, sebagaimana mudah menyaksikan ketidakadilan.
Saya kita, penting bagi kita membuka wacana yang lebih komprehensif ketika berbicara masalah perang melawan terorisme. Kita jangan terjebak dalam persoalan reaksi, tapi tidak pernah mengkaji aksi. Reaksi selalu terjadi setelah aksi. Reaksi perlawanan orang-orang Palestina terjadi karena ada aksi Israel. Demo anti-Amerika juga reaksi atas langkah Amerika bergerak ke Irak. Amerika juga menganggap tindakannya reaksi atas peledakan gedung WTC. Itu merupakan lingkaran aksi dan reaksi.
Ada beberapa poin masalah perang melawan terorisme. Pertama, dari segi definisi saja kata terorisme sudah sangat pejoratif. Kalau kita konsisiten dengan definisi terorisme sebagai sekelompok orang yang menempuh jalan kekerasan dalam mencapai tujuan, mestinya itu juga berlaku untuk semua orang dan semua kelompok. Tapi nyatanya tidak.
Hamas dimasukkan dalam daftar Foreign Terrorist Organization. Padahal, mereka hanya mengupayakan untuk mengusir Isreal dari wilayah Palestina.
Bagaimana mungkin Hamas dicap teroris, sementara yang menimbulkan reaksi tidak dicap apa-apa. Sampai saat ini, Israel selalu menggunakan kekerasan dalam mencapai tujuan. Mereka mengusir penduduk dengan kekerasan, membunuh tokoh Hamas, dan tokoh Palestina lainnya. Untuk menekan Yasser Arafat pun dengan kekerasan.
Nah ini yang saya lihat dari AS. Dari definisi saja kita tidak adil. Ketidakadilan berlanjut sampai masalah penanganan perang melawan terorisme. Perang melawan terorisme menjadi perang melawan kelompok yang dianggap sebagai teroris, tidak kelompok lainnnya. Perang hanya melawan Hamas, tidak melawan Israel. Melawan Syekh Ahmad Yasin, tidak terhadap Ariel Sharon yang tangannya berlumuran darah. Sharon dulunya adalah arsitek pembantaian Shabra dan Shatila, dan Kamp Jenin.
Kedua, ada spektrum cukup lebar dalam reaksi umat Islam atas berbagai persoalan yang berkaitan dengan aksi Amerika maupun Israel. Ada yang menanggapi biasa-biasa saja, bahkan menganggap itu bukan pesoalan dia. Ada yang sedikit serius, muncul dalam perbincangan-perbincangan. Tapi ada yang lebih serius lagi, sampai mengeluarkan statemen, berdemo, ataupun mengeluarkan petisi. Ada juga yang lantas menempuh langkah kekerasan.
Sekarang sebagian kawan kita menempuh jalur paling kanan. Mengapa? Karena dalam pendangan mereka, Amerika sudah mengajak berperang, untuk itu perlu dilayani. Teman-teman alumni Afganistan tidak berhenti mungkin yang berada di posisi ini. Saya kebetulan punya kontak dengan satu-dua orang di antara mereka. Mereka mengingatkan koleganya bahwa ketika di Afganistan, waktu di kamp militer atau pelatihan jihad, tujuannya adalah untuk menggerakkan jihad di mana-mana. Sekarang muncul masalah yang harus dihadapi; intervensi Amerika atas Afganistan dan Irak. Ada kasus Ambon dan Poso.
Dalam konteks ini, saya mengira Amrozi atau Imam Samudra memang sedang menempuh apa yang mereka yakini sebagai kewajiban yang harus ditempuh seorang muslim, sebagai reaksi atas kezaliman yang menimpa umat Islam. Bahwa kemudian kejadiannya seperti itu, ini persoalan lain lagi.
Saya kira, kita tidak sependapat dengan apa yang mereka lakukan di Bali, di Marriott dan lainnnya. Hizbut Tahrir sendiri secara resmi mengeluarkan pernyataan pada 6 Agustus lalu. Di situ kami mengutuk pelaku peledakan bom Marriott sebagai tindakan zalim luar biasa. Syariat Islam melarang dengan tegas, dengan motif apapun, membunuh orang tanpa hak, merusak milik pribadi dan fasilitas umum, apalagi bila tindakan itu mengakibatkan jatuhnya korban dan meluaskan rasa takut. Itu sikap kita.
Syafii Anwar:
Menurut saya, tidak adil mengatakan bahwa gerakan radikal Islam tidak ada. Akar historisnya cukup banyak, mulai dari Kartosuwiryo dan lainnya. Saya tertarik pada respon Mas Ismail, khususnya tentang radikalisasi respon kita atas dinamika Timur Tengah. Ini penting sekali. Seperti dikatakan Mas Musthafa, di Timur Tengah sasaran konflik jelas, yaitu Israel, Amerika atau apapun kekuatannya. Tapi ketika mentransformasikan itu dalam konteks Indonesia, persoalannya menjadi lain. Sebab korbannya –kalau kita berkaca pada daftar korban bom Marriottâadalah sopir taksi, bahkan orang yang tekun beribadah. Inikan sangat ironis. Saya bertanya, apa yang membuat mereka melakukan tindakan itu?
Sebagai muslim, saya merasa risau ketika Amrozi cs terus memekikkan âAllahu Akbarâ. Dia juga mengaku tindakannya benar, dan dia merasa sedang berjihad. Ini lantas menjadi image. Pengalaman saya di Australia menunjukkan sangat sulit menghilangkan image Islam sebagai religion of fear, sebagai agama yang menautkan. Kadangkala saya juga melihat tendensi politik yang coba mengapitalisasi perkembangan itu.
Mari kita berlaku jujur. Dalam kalangan Islam ada metode dakwah yang radikal, minna minkum, kita-mereka, us and them. Sasarannya juga tidak jelas. Konsep dakwah yang fundamental selalu bil hikmah, dengan kebijaksanaan, wal mauâidhatil hasanah, dengan teladan yang baik, wajâdilhum billati hiyâ ahsan, dengan perdebatan yang bermoral.
Ini yang tidak bisa ditransformasikan secara adil, ditambah pula dengan penafsiran yang lepas konteks, isolatif, dan tidak mengacu pada pendapat yang benar. Makanya, ketika dicover media, terjadi proses generalisasi yang salah. Amerika juga salah. Tapi kelompok Islam politik selalu menuduh bahwa image itu diciptakan Amerika. Pemimpin Islam juga harus jujur, bahwa ada dakwah yang radikal, dan itu harus kita atasi dengan baik.
Ismail Yusanto:
Ketika ditanyai wartawan dalam dan luar negeri tentang vonis mati bagi Amrozi, saya selalu berkomentar, âKalau betul dia yang melakukan, itu adalah hukuman yang pantas. Sebab, dalam Islam juga dikenal hukum qisas.â
Tapi kita juga perlu mempertanyakan hukuman apa yang patas untuk Bush yang telah melakuan pembunuhan luar biasa di Irak. Amrozi mengatakan bahwa dia keliru. Yang dia sasar adalah turis Amerika, tapi yangbanyak menjadi korban adalah turis Australia. Ini kekeliruan fatal, dan dia pantas dihukum untuk itu. Tapi Bush juga keliru. Dia bilang akan ke Irak untuk mencari senjata pemusnah massal, ternyata tidak ada. Maksud saya, equality ini harus kita kembangkan. Kalau kita mau perang melawan terorisme, maka harus global, menyeluruh, bukan sepihak.
Musthafa Abd. Rahman:
Saya ingin bicara mengapa muncul kelompok radikal. Ini memang agak rumit. Seperti kita tahu, orang kedua jaringan Al-Qaidah bernama Aiman Al-Zawahiri. Dia adalah pemimpin Tanzimul Jihad sempalan Ihkwanul Muslimin. Mereka tidak puas dengan Ikhwanul Muslimin karena terlalu akomodatif pada pemerintah Mesir. Perbedaan aspirasi itu, memunculkan Jamaah Islamiah, Tanzimul Jihad, dan banyak lagi.
Pijakan ideologis Aiman adalah tokoh Ikhwanul Muslimin tahun 1950-1960. Dia suka karya-karya Hasan Al-Banna dan Sayyid Qutb yang menjadi mainstream pemikiran pada tahun tersebut. Inilah yang menjadi idola aktivis gerakan Islam sekarang ini.
Tanzimul Jihad juga mengusung ideologi Pan-Islamisme. Mereka berambisi mengembalikan kejayaan Islam seperti masa Dinasti Umayyah, Abasiyyah dan Ustmaniyah. Mereka tidak menerima sistem nation-state karena produk Barat yang menurut mereka menjadi sumber ketidakadilan di dunia Islam. Mereka sepertinya belum mengakui adanya perbatasan dengan negara Sudan, Afganistan dan seterusnya.
Persoalannya apakah ideologi yang berkembang di Timur Tengah itu menyebar ke Indonesia atau Asia Tenggara? Yang jelas demikianlah yang terjadi di Timur Tengah.
Perkembangan selanjutnya memang lebih banyak ditentukan realitas kehadiran Amerika yang begitu kuat. Praktis, saat ini Amerika sudah menguasai semua cadangan minyak di seluruh dunia, khususnya di Asia Tengah dan Timur Tengah, yang merupakan tempat 2/3 cadangan minyak dunia.
Melihat hegemoni Amerika yang sudah menguasai semua sumber rezeki mereka, aktivis Islam seperti mereka akan pusing, lantas mengadakan perlawanan. Ini ditambah soal ketidakadilan yang dialami rakyat Palestina dan Irak. Jadi akumulasi permasalahannya sangat rumit. Inilah yang saya kira membuat pemikiran Hasan Al-Banna dan Sayyid Qutb menjadi idola.
Saya kira, konteks Timur Tengah dan Indonesia memang tak sama. Di sana, persoalan menjadi jelas; kehadiran pasukan Amerika bisa dilihat dengan mata telanjang. Di Kuwait, saya menyaksikan bagaimana pasukan Amerika mejadi tuan di negeri orang. Pangkalan militer Amerika bertebaran di mana-mana. Di Kuwait ada delapan pelabuhan yang menjadi tempat keluar masuknya logistik dari Amerika ke Irak. Begitulah realitasnya.
Makanya, tidak bisa disalahkan juga kalau ada perlawanan terhadap Amerika. Amerika juga tak bisa disalahkan secara total, karena dia juga punya ketergantungan besar terhadap pasokan minyak. Kita tahu itu sejak Perang Dunia II. Amerika butuh dana untuk membangun kembali Eropa, Jepang, dan mesin industri mereka. Amerika juga harus mengamankan Israel. Terlepas kita setuju atau tidak, inilah faktanya.
Lantas mengapa gerakan Islam Politik diam-diam mengundang simpati di masyarakat? Pertama, karena faktor Israel. Kedua, kegagalan pembangunan ekonomi dan politik di banyak negara Timur Tengah. Pengangguran ada di mana-mana. Kita melihat banyak manusia-manusia perahu, yang akan menyeberang dari negara Arab sebelah Barat seperti Tunisia dan Maroko ke daratan Eropa. Kita juga mendengar warga Irak yang terdampar di Indonesia karena mencoba menuju Australia.
Adri Rilda
Teori konspirasi lebih berkembang di amrik sendiri ketimbang di indonesia.
Coba lihat video Alex Jones, David Icke dkk
aku punya film Konspirasi 11 September. Dave von Kleist.
11 September telah merubah dunia. Dokumen ini akan merubah 11 September. berminatr hubungi 08985003536.
dah di dubbing indonesia. sehingga Anda dapat lebih cermat melihat gambar.
Ass.ana berharap antum pelajari tauhid dgn benar,setelah itu qoidatun mukafiroh,setelah itu al wala wal barro,setelah itu qoidatun jihad,setelah itu tentang tattarus,setelah itu antum hrs memahami waqi secara global,setelah itu antum pelajari sejarah jihad masa rasulullah dan sesudahnya,setelah itu pelajari perkataan kalangan salaf tentang istisyahdiyah,setelah itu antum minta petunjuk pada allah yg menguasai hati manusia agar antum ditunjukan kejalan kaum salaful solih
ya insya Allah saya akan selalu kembali ke kitab2x salaf.
Tapi, konspirasi 9 11 ya tetap saja diakui kebenarannya.
Kalau mengikuti pendapat Bush, malah tauhid kita layak dipertanyakan.