Kata “sheikh” adalah kata yang mulia dan besar. Setidaknya menurut wikipedia (http://en.wikipedia.org/wiki/Sheikh), kata “Sheikh” berarti “orang yang dituakan atau dimuliakan (karena ketinggian ilmu agamanya)”, “orang yang bijak”, “orang yang memiliki pengetahuan yang dalam mengenai Quran dan Sunnah” dan juga “seseorang yang menyelesaikan pendidikan mengenai studi islam dan dipersiapkan untuk menjadi guru.”
Oleh karenanya, beberapa orang alim dinisbatkan label “sheikh” pada diri mereka, sekalipun tentu mereka tak mengharapkannya; sebutlah, Sheikh Yusuf Al-Qaradhawi, Sheikh As-Sudais, Sheikh Shuraim, dst. Beliau-beliau ini adalah lentera ditengah umat-umat manusia; ucapan mereka adalah ilmu dan menjadi sarana bagi turunnya petunjuk.
Bicara tentang konteks di Indonesia, akhir-akhir ini kata “syaikh” banyak sekali digunakan oleh media. Sayangnya, kata “Sheikh” tidak dinisbatkan kepada orang yang berilmu; dua orang ini yang sudah identik dengan kata “syaikh”:
1. “Syaikh” Puji
Orang yang bernama Pujiono ini terkenal ke-“syaikh”-annya karena niatnya menikahi tiga orang gadis dibawah 13 tahun: yang satu 12, satu lagi 7 dan satu lagi adalah 9 tahun.
Saya tak berminat mempermasalahkan landasan fiqh-nya, karena menikahi gadis <13 tahun sifatnya debatable; yang saya permasalahkan adalah “syaikh” yang satu ini dikenal bukan karena kedalaman ilmunya, bukan karena karya-karyanya; melainkan tingkah laku yang nyentrik dan mencari perhatian banyak orang.
Lagi pula perlu dipertanyakan, selayak apakah Pak Puji ini menempel kata “Syaikh” dinamanya: apakah yang bersangkutan sudah merasa setara dengan Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi, Syaikh As-Sudais, Syaikh Shuraim dsb? Kalau iya, apakah ada karya ilmiah dibidang studi islam yang dapat membuktikannya?
2. “Syaikh” Mukhlas
Kasus kedua adalah pelaku bom bali, yaitu Mukhlas.
Seperti kita ketahui, Mukhlas bersama dengan Imam Samudra dan Amrozi, mengklaim dengan bangga berada dibalik peristiwa Bom Bali; sekalipun, Ust. Abu Bakar Baasyir dengan tegas mengatakan bahwa pelaku sesungguhnya adalah AS, Yahudi dan Australia yang berkonspirasi untuk membom bali (http://www.news.com.au/heraldsun/story/0,21985,24510319-661,00.html). Sekalipun begitu, adalah aneh sekali, bahwa arrahmah.com tetap membenarkan pengakuan Mukhlas dkk dan bahkan memberikan label “syaikh” kepada Mukhlas (http://www.arrahmah.com/index.php/english/detail/the-exclusive-interview-with-ustadzah-parida-abbas-the-wife-of-syekh-mukhla/)
Aneh, Ust. Abu Bakar Baasyir disebut Ustadz, sedangkan si Mukhlas disebut “Syaikh”?! Padahal siapakah Mukhlas sehingga layak mengusung gelar “Syaikh”?
Agaknya umat Islam yang masih waras harus bertindak dari perampasan istilah-istilah yang mulia ini.
http://uk.youtube.com/watch?v=DWN3IwXFlIg&eurl=http://al-jauhari.blogspot.com/2008/07/wawancara-ustadz-abu-bakar.html
http://jp.youtube.com/watch?v=KWEhhlaQDHc&feature=related
kalau syaikh al Mahad Panji Gumilang
pantes deh pak.
Orang Indonesia memang masih rakus panggilan dan gelar. Aneh juga, pujiono bs dipanggil syekh. Asal usulnya perlu dipertanyakan..
klo syekh puji mah gendeng…klo syekh mukhlas gebleg…yang pantes cuma syekh a.s panji gumilang…punya hasil karya yang luar biasa…ga per caya…liat aja AL_ZAYTUN
@ khf
Menurut saya, Panji Gumilang pun masih jauh dari label syaikh …
waduh aneh yaa
kalo gw suka syekh as sudais krn klo ngaji suranya bagus banget
Klo Ane suka Syaikh Mishary Rasheed ^^V
ane rasa ga ada yang suka sama Sye…ton..hehe..
Pujiono itu sebenarnya Syaikh BANDOT !!!!!!!!!!.
bandot memang doyan daun muda.
benar dia itu syeh , tapi syeh berondong tua gitu lhoooo