Feeds:
Pos
Komentar

Archive for Februari 23rd, 2009

Ilmuwan dan Kebenaran

Di hari ini, seorang Ilmuwan identik dengan hidup yang nyaman. Apalagi kalau bidang yang digelutinya berkenaan dengan hal-hal yang bersifat basah, yang secara finansial didukung oleh pemerintah ataupun sangat ramai dipasaran.

Tapi, kalau kita mencoba melihat sejarah, ilmuwan-ilmuwan yang menjadi legenda, seringkali jauh sekali hidup nyaman seperti itu; sebutlah Galileo, Shahab_al-Din_Suhrawardi, Imam Hambali  dkk. Beliau-beliau ini contoh manusia2x yang rela membayar harga idealismenya dengan nyawa.

Ini agak mirip dengan jalan para Nabi, mulai dari Nabi Adam, Nabi Nuh, Nabi Isa s/d Nabi Muhammad SAW yang selalu penuh jalan onak dan duri; beliau2x ini adalah wakil Tuhan dimuka bumi, tapi nasib mereka ditakdirkan untuk selalu ramai dengan cacian dan cercaan, sebagaimana firman Allah SWT

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.”(QS. Al-Baqarah:214)

Disebabkan Ulama adalah pewaris para Nabi, agaknya Ulama tulen memang akan mengikuti garis nasib para Nabi untuk melalui jalan hidup yang agak tidak biasa dari manusia kebanyakan.

 Para Nabi dan Ulama memang seringkali tidak populer karena berseberangan dengan penguasa. Penguasa identik dengan kekuasaan dan kekayaan; oleh karenanya penguasa populer dikalangan masyarakat awam. Sayangnya seringkali penguasa identik dengan ketamakan, sehingga mereka dapat saja dengan seenaknya memanipulasi rakyat banyak demi kepentingan-kepentingannya.

Manipulasi dilakukan dengan uang dan kekuasaan, dengan cara menyebarkan fitnah kepada lawan-lawan politiknya. Lawan politik penguasa yang dzhalim adalah golongan Nabi dan Ulama.

Pertanyaannya … apakah ini masih berlaku di era sekarang?

Sayangnya ada asumsi demikian.

Topik yang paling panas adalah tentu penguasa dzhalim yang diperankan shadow government yang dapat menyetir Clinton, Bush dan Obama demi agenda-agenda mereka. Salah satu isunya adalah WTC 9/11: dengan dukungan dana yang unlimited, masyarakat kebanyakan dapat disihir untuk mempercayai bahwa runtuhnya 3 gedung WTC di 9/11 (yang ditabrak 2 pesawat) adalah murni disebabkan gaya gravitasi.

Dan seperti kita tahu pula, masyarakat dunia, AS secara khusus, perasaan mereka dapat dimanipulasi demi kepentingan Bush & Administration. Ingat Bush pernah didukung lebih dari 80 % rakyat AS demi suksesnya pembantaian rakyat Afghanistan dan Irak.

Kalau kita sudah menentukan penguasa dzhalimnya, yaitu Bush & Administration yang kemungkinan diteruskan oleh Obama, lalu siapakah Ulamanya?

Osama bin Laden?

Wallahu`alam …

{saya ragu beliau masih hidup atau sudah tewas sejak lama sebelum 9/11 2001.}

Iklan

Read Full Post »

Ada seorang kawan saya menulis di facebook:

“Kemalasan menuliskan keluhan, adalah mereka yang tengah membangun cita-cita”

Konon kabarnya kalimat tersebut adalah sebuah pepatah dalam bahasa Jepang.

Jadi, sebuah kekurangan yang manusiawi, seperti kemalasan, dalam hal ini bukanlah sebuah cela, melainkan anugerah. Setiap keluhan yang kita tuliskan, selain akan menunjukkan betapa lemahnya kita terhadap keadaan, juga memberikan discouragement kepada para pembaca.

Saya tertarik kepada konsep ini: kekurangan bukanlah sebuah kekurangan atau laknat.

Setiap manusia pasti memiliki kelebihan atau kekurangan; ada manusia yang memiliki kelebihan harta, tapi kekurangan ilmu. Ada manusia yang memiliki kelebihan harta dan kelebihan ilmu, tapi memiliki kekurangan dalam mensyukuri nikmat yang diberikan Allah SWT. Sudah memiliki kelebihan harta, ilmu, ahli syukur, tapi ternyata tidak mampu berbahasa Jepang dan Ibrani.

Dst … hingga kalau kita lacak, kita semua ini adalah manusia yang penuh kekurangan dan serba lemah.

Di Al-Quran disebutkan bahwa manusia yang bertaqwa bukanlah manusia yang bebas dari dosa; manusia yang bertaqwa tetaplah manusia biasa yang memiliki dosa yang dapat ditolerir, tetapi jenis manusia ini mengiringi dosa kecil tersebut dengan taubat.

“Dan hanya kepunyaan Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa yang telah mereka kerjakan dan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (surga).”

“(Yaitu) orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Luas ampunan-Nya. Dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan)mu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.” (An-Najm:31-32)

Di ajaran Islam, para orang2x hebat seperti para sahabat Nabi SAW, memandang dosa mereka sebesar gunung, tapi melihat amalnya sekecil lalat. Sebaliknya, orang-orang yang tak berharga seperti kaum munafikin, memandang dosanya sekecil lalat tapi memandang jasa mereka sebesar gunung.

Sejarah menunjukkan, manusia hebat adalah manusia yang memandang dirinya nothing; Soichiro Honda pernah berkata:

“Success is 99 percent failure”

{Sependek pengetahuan saya ini harusnya perkataan Einstein}

Dengan memahami kekurangan diri kita, kita dapat belajar memperbaiki diri. Dan ini menjadi alasan juga mengapa kita tak layak sombong, karena ternyata di atas langit masih selalu ada langit.

Dan menjadi alasan juga menjadikan setiap orang guru (dan setiap jengkal tanah adalah sekolah)

Read Full Post »