Ada seorang kawan saya menulis di facebook:
“Kemalasan menuliskan keluhan, adalah mereka yang tengah membangun cita-cita”
Konon kabarnya kalimat tersebut adalah sebuah pepatah dalam bahasa Jepang.
Jadi, sebuah kekurangan yang manusiawi, seperti kemalasan, dalam hal ini bukanlah sebuah cela, melainkan anugerah. Setiap keluhan yang kita tuliskan, selain akan menunjukkan betapa lemahnya kita terhadap keadaan, juga memberikan discouragement kepada para pembaca.
Saya tertarik kepada konsep ini: kekurangan bukanlah sebuah kekurangan atau laknat.
Setiap manusia pasti memiliki kelebihan atau kekurangan; ada manusia yang memiliki kelebihan harta, tapi kekurangan ilmu. Ada manusia yang memiliki kelebihan harta dan kelebihan ilmu, tapi memiliki kekurangan dalam mensyukuri nikmat yang diberikan Allah SWT. Sudah memiliki kelebihan harta, ilmu, ahli syukur, tapi ternyata tidak mampu berbahasa Jepang dan Ibrani.
Dst … hingga kalau kita lacak, kita semua ini adalah manusia yang penuh kekurangan dan serba lemah.
Di Al-Quran disebutkan bahwa manusia yang bertaqwa bukanlah manusia yang bebas dari dosa; manusia yang bertaqwa tetaplah manusia biasa yang memiliki dosa yang dapat ditolerir, tetapi jenis manusia ini mengiringi dosa kecil tersebut dengan taubat.
“Dan hanya kepunyaan Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa yang telah mereka kerjakan dan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (surga).”
“(Yaitu) orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Luas ampunan-Nya. Dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan)mu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.” (An-Najm:31-32)
Di ajaran Islam, para orang2x hebat seperti para sahabat Nabi SAW, memandang dosa mereka sebesar gunung, tapi melihat amalnya sekecil lalat. Sebaliknya, orang-orang yang tak berharga seperti kaum munafikin, memandang dosanya sekecil lalat tapi memandang jasa mereka sebesar gunung.
Sejarah menunjukkan, manusia hebat adalah manusia yang memandang dirinya nothing; Soichiro Honda pernah berkata:
“Success is 99 percent failure”
{Sependek pengetahuan saya ini harusnya perkataan Einstein}
Dengan memahami kekurangan diri kita, kita dapat belajar memperbaiki diri. Dan ini menjadi alasan juga mengapa kita tak layak sombong, karena ternyata di atas langit masih selalu ada langit.
Dan menjadi alasan juga menjadikan setiap orang guru (dan setiap jengkal tanah adalah sekolah)
Tinggalkan Balasan