Semoga dugaan saya benar, yaitu Pak Harto sudah wafat sejak hari Jumat; sedangkan yang terjadi sekarang adalah pemasangan alat-alat bantu saja untuk memperpanjang umur, untuk mempersiapkan perasaan bangsa dan keluarga agar tak terlalu shock dengan kepergiannya.
Semoga dugaan saya yang ini salah: yaitu Pak Harto sulit meninggal karena masih begitu banyak orang yang belum rela akan kepergiannya yaitu korban-korban HAM, dan para manusia yang dirampok olehnya baik secara sadar, tak sadar, direncanakan atau tak terencana.
Kalau ini yang terjadi, maka alangkah menyesalnya seorang Soeharto: seumur hidupnya tak mampu mengantarkan akhir yang baik alias husnul khatimah. Seluruh pangkat, harta dan popularitas tak mampu membayar kenikmatan yang satu ini: HUSNUL KHATIMAH …
Di Al-Quran disebutkan bahwa orang kafir ingin sekiranya GUNUNG EMAS ditukar dengan satu kenikmatan: TAK TERSENTUH API NERAKA …
إِنَّ ٱلَّذِينَ ڪَفَرُواْ لَوۡ أَنَّ لَهُم مَّا فِى ٱلۡأَرۡضِ جَمِيعً۬ا وَمِثۡلَهُ ۥ مَعَهُ ۥ لِيَفۡتَدُواْ بِهِۦ مِنۡ عَذَابِ يَوۡمِ ٱلۡقِيَـٰمَةِ مَا تُقُبِّلَ مِنۡهُمۡۖ وَلَهُمۡ عَذَابٌ أَلِيمٌ۬ (٣٦)
Sesungguhnya orang-orang yang kafir sekiranya mereka mempunyai apa yang di bumi ini seluruhnya dan mempunyai yang sebanyak itu [pula] untuk menebus diri mereka dengan itu dari azab hari kiamat, niscaya [tebusan itu] tidak akan diterima dari mereka, dan mereka beroleh azab yang pedih. (Al-Maaidah:36)
Saya jadi teringat dengan tetangga di Depok yang bernama Haji Muhammad bin Sisan.
Mungkin nama beliau tak sepopuler Pak Harto di dunia ini; bahkan mungkin Pak Haji Muhammad bin Sisan tidak lebih populer dari Pak Fauzi Akbar, yaitu kepala RT.03/RW 06 Kelurahan Tanah Baru, Kecamatan Beji, Depok, Jawa Barat. Begitu juga mungkin kekayaannya tak selevel dengan Pak Harto, bahkan mungkin tak setara dengan kekayaan Haji Toyib yang tanahnya beberapa hektar di Depok.
Tapi, Haji Muhammad bin Sisan memiliki satu keunggulan dibanding Pak Harto: HUSNUL KHATIMAH !
Beliau meninggal sehabis shalat maghrib berjamaah di Masjid Darul Istiqomah.
Saya ingat sekali, ketika itu kami habis shalat Maghrib, dan kami rebahan di masjid sambil menunggu Isya.
Ketika itu beliau berkata, “Ah … capek nih … rebahan dulu … ” setelah itu terdengar suara “ngorok”, dan langsung … tak sadar.
Setelah itu … langsung meninggal dengan muka yang tenang … di HARI JUMAT !
يَـٰٓأَيَّتُہَا ٱلنَّفۡسُ ٱلۡمُطۡمَٮِٕنَّةُ (٢٧) ٱرۡجِعِىٓ إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً۬ مَّرۡضِيَّةً۬ (٢٨) فَٱدۡخُلِى فِى عِبَـٰدِى (٢٩) وَٱدۡخُلِى جَنَّتِى (٣٠)
Hai jiwa yang tenang. (27) Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. (28) Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku, (29) dan masuklah ke dalam surga-Ku. (30)
Sehingga … jika disuruh memilih ingin seperti apa nasib diri saya, apakah seperti Pak Haji Muhammad Soeharto atau Pak Haji Muhammad bin Sisan; maka tanpa ragu saya jawab:
“SAYA INGIN MENGIKUTI LANGKAH HAJI MUHAMMAD BIN SISAN”
Hidup ibarat musafir .. berbekalah secukupnya … untuk mengarungi kehidupan yang sesungguhnya …
NB:
1. Muhammad Soeharto : Presiden Republik Indonesia
2. Muhammad bin Sisan : Imam Para Marbot Masjid Darul Istiqomah, Depok.