Assalamu`alaykum ww.,
Menarik sekali jika melihat sepak terjang Prof. Yamamoto dari Stanford.
Siapa sih beliau?
Lain kali saya akan cerita panjang mengenai beliau; namun kali ini singkat saja.
Beliau adalah guru dari Isaac Chuang (MIT).
Pendiri lab quantum information di NTT (Telkomnya Jepang)
Pendiri lab Qulink di NII (National Institute of Informatics, Hitotsubashi, Jepang).
(Mereka merekrut jagoan-jagoan dari US seperti Prof. Rod yang sudah lama melalang buana di Nokia, Caltech, Quantum dsb. Sekarang Prof. Rod diberi tempat di Keio dan posisi yang cukup tinggi di NII. Selain Prof. Rod, ada Thaddeus Ladd, lulusan Stanford yang juga di NII dan posisi di Tokyo University. Dan ada beberapa alumni MIT dan Cambridge. Saya juga 1/2 gak percaya bisa kerja bareng mereka … :D)
Dan juga anggota nanoquine di universitas Tokyo (bersama Prof. Itoh dkk)
Kalau dilihat, memang belum ada Prof sekaliber Prof. Yamamoto dalam hal eksperimen quantum computer. Kalau bicara mengenai komputasi, memang ada jagoan seperti Peter Shor, Andrew Steane, Michael Freedman, John Preskill atau Alexei Kitaev.
Tapi kalo bicara eksperimen, Prof. Yamamoto adalah leadernya.
(sambungannya …)
Prof. Yamamoto bukanlah tipe orang yang cepat lupa daratan; beliau tetap ingin mengajak gerbong Jepang dalam risetnya, maka dari itu beliau tetap menjalin kontak yang erat dengan institusi2x di Jepang, seperti yang dapat dilihat di:
http://www.stanford.edu/group/yamamotogroup/links.html
Dan, yang perlu kita salut dari orang Jepang, mereka sangat kompak; kesempatan yang diberikan oleh Yamamoto langsung disambut oleh NTT dengan sigap:
http://www.brl.ntt.co.jp/event/splaza/
Dan tidak itu saja, mereka juga mengajak para ilmuwan yang berkompeten untuk migrasi ke Jepang dan melakukan riset mengenai Quantum Information di Jepang.
(Bersambung lagi …)
Aduh … daripada ribet, saya berikan dulu kesimpulannya:
– Kasus Komputer Kuantum menunjukkan orang-orang Asia, dalam hal ini Chuang dan Yamamoto, sangat mampu untuk menjadi leader dalam sains dan teknologi.
– Alih sains dan teknologi yang dilakukan oleh Yamamoto harus ditiru oleh bangsa kita; bangsa kita harus kompak. Orang seperti Yamamoto sangat well accepted baik oleh pihak akademis dan industri.
– Agaknya, keahlian yang ditunjukkan oleh Yamamoto dan Chuang, ditambah dengan alih pengetahuan dalam QC ditambah dengan ekonomi Asia yang semakin kuat, dapat menjadi alasan kuat mengapa QC akan menjadi milik bangsa Asia.
Wallahu `alam …
Agung…agung…maksut eloe..??…..Jadi, kesimpulannya?
hehehe … penasran kan?
Bersambung …
Btw…. kayaknya tetep skr yg trio ilmuwan yg ngetren di quantum komputer adalah Leo. P. Kouwenhoven, H. Mooij, dan L. K. van dersypen dari Kavli Institute Delft deh ?. Kok gak disebut ya ? 🙂
Yang paling ngetop diantara mereka adalah Vandersypen; betul sekali, dia ilmuwan hebat.
Namun, tanpa mengurangi hormat saya terhadap beliau, yang dapat disebut legendaris itu adalah Isaac Chuang. Dan gurunya Chuang adalah Yamamoto.
Vandersypen itu setara dengan Prof. Rodney Van Meter. Kalau Prof. Rod itu berjasa dalam menggagas Arsitektur QC; pendapatnya banyak dijadikan rujukan dalam banyak sekali publikasi di Princeton, MIT dsb.
(Btw, Rod Van Meter juga keturunan Belanda. Namun beliau lahir di California dan kerja sampai posisi yang sangat tinggi di Nokia dsb. Terakhir sempat jadi periset di Caltech, sebelum dibajak untuk bergabung dengan CREST-JST, Jepang)
Mereka juga ilmuwan hebat; tapi mungkin kelasnya agak dikit dibawah Chuang dan Yamamoto.
Btw, thx for comment.
Btw.. Tiga ilmuwan Delft tersebut di grup yg sama dan mereka ngehasilin 3 paper NATURE tentang QC tahun ini (terbanyak diantara grup2 lain di dunia untuk tahun ini). Dan mereka bertiga pun diundang sebagai invited speaker di APS March Meeting 2007 utk ngewakilin bidang QC. Trus terang yg terbaik sebenernya Leo Kouwenhoven krn dia adalah “guru” bagi vandersypen. Dia dapet penghargaan DUTCH BEST SCIENTIST (Spinoza) untuk dua tahun berturut2.
Btw grup mereka masuk di dalam Kavli Institute of Nanoscience. Satu grup lagi yakni di Caltech. Kavli Foundation terkenal sebagai The best institute untuk masing2 bidang di dunia.
Contribution terhebat terakhir:
* Bipolar supercurrent in graphene
H.B. Heersche, P. Jarillo-Herrero, J.B. Oostinga, L.M.K. Vandersypen, A. F. Morpurgo
Nature, 446 (7131) (2007)
*Demonstration of controlled-NOT quantum gates on a pair of superconducting quantum bits
J.H. Plantenberg, P.C de Groot, C.J.P.M. Harmans, and J.E. Mooij,
Nature 447 836-839, 2007
*Coherent Control of a Single Electron Spin with Electric Fields
K. C. Nowack, F. H. L. Koppens, Yu. V. Nazarov, L. M. K. Vandersypen
Science Express, 1 November 2007
Sdr “Someone”,
Terimakasih atas perhatiannya.
Sekali lagi saya tidak ingin menafikkan kehebatan Prof. Vandersypen. Kebetulan Prof. Rod dan beliau juga sangat berhubungan baik. Dan, saya juga pernah kontak dengan beliau.
Namun, yang perlu digaris bawahi, sekali lagi, siapapun yang bergerak di bidang QC harus mengakui Isaac Chuang dan Yamamoto sebagai frontier di bidang ini.
Kalau ingin dibanding-bandingkan juga, Prof. Rod juga dahsyat sekali publikasinya.
Bahkan beliau sudah menjadi IEEE executive committee.
Masalah paper tinggal di cari saja di internet.
Saya kira IEEE, SPIE dsb juga paper yang sangat terhormat sekali.
Masalahnya, tinggal kita saja; bgmana kontribusi kita dalam pengembangan QC di dalam negeri.
Btw Nature itu Impact factornya 25 and Science itu impact factornya 30..
IEEE and SPIE mmmm impact factornya antara 1-2
Jadi bisa bayangin..
1 Nature bernilai = +- 20 IEEE atau SPIE 🙂
Nah 3 Nature dan Science bernilai 60 publikasi dalam satu tahun IEEE dan SPIE 🙂
tentang vandersypen
dia itu dulu postdoc di bawah Kouwenhoven..
Wah Mas “Someone”,
Ternyata penggemar berat blog ini juga, ya …
Lha kalo patent itu impact factornya berapa?
Apakah Vandersypen udah punya patent (yang dia buat sendiri tanpa I.Chuang).
?
Kalo Rod Van Meter sayangnya udah punya beberapa patent
Coba cek di google patent. Di patent kan oleh industri dan dia buat sendirian pula.
Gak enakkan kalo udah gitu?
Satu lagi, rasanya tidak etis membandingkan antara Chuang dan Vandersypen.
Nggak, cuman lucu aja…
saya ngebaca dari alumni fisika artikel ini tapi kok
rasa2nya artikel ini ditulis krn anda dgn bangga kerjai dengan mereka dan terus terang artikel ini jadi gak objektif “maaf”.
Alias artikel ini ditulis krn ada unsur “narcistik”.
Maaf ya penulis 🙂
Mas “Someone”,
1. Kalo masalah Chuang dan Yamamoto rasanya itu penilaian yang sangat obyektif, kok. Saya ndak perlu lah rasanya menuliskan prestasi mereka di comment atau di blog ini seluruhnya, karena gak bakalan cukup. Cukup anda cari aja Yamamoto dan Chuang di google. Kalo anda obyektif, ya … nanti anda juga tahu kok posisi keduanya dibanding ilmuwan QC yang lain.
Saya justru khawatir, anda gak bisa nerima fakta ini; yaitu mereka memang leadernya.
Saya lebih khawatir lagi, itu disebabkan keminderan yang anda alami terhadap bangsa non-asia.
2. Jelas, dalam setiap tulisan ada faktor subyektififtas; bahkan dalam paper ilmiah pun pasti ada subyektifitas.
Saya merasa perlu menuliskan ini semua, karena ya saya kerja dengan mereka; dan saya ingin share informasi ini agar berguna bagi rekan-rekan yang lain.
Mas “Someone”,
Apa dulu definisi “narcistik”?
Apakah ketika saya mengatakan dengan jujur bahwa ada orang asia dapat menjadi leader itu, saya dikatakan berlebih-lebihan atau salah?
Rasanya ada yang salah dengan pemahaman dan keyakinan anda kalau begitu.
hebat. Ayo mana dari Indonesia?
duuh.. duuh.. tri-san dan meneer someone
kok kesannya jadi bertengkar seperti anak kecil. malu mas.. dilihat/dibaca saudara-saudara sebangsa yang lain. bukannya bersatu, bekerjasama dan bersinergi memajukan bangsa dengan ilmu.. ini malah ribut banding-bandingan mana yang lebih hebat orang jepang atawa orang blanda. terlepas dari kontribusi mereka dalam bidang iptek.. mereka tetap saja keturunan penjajah bangsa kita.. how ironic!
sudahlah kawan.. belajar dan seraplah ilmu sebanyak-banyaknya. tunjukkan bahwa kita juga bisa.. bisa bersatu dan bisa unjuk gigi.
kutunggu kiprahmu kawan..
salam hangat
Sepakat, Mas Nusantara!
Saya menulis ini sebetulnya bukan untuk bangga2x-in orang Jepang.
Walah, enakkan tinggal di negeri sendiri kok! Dan bagi saya kita juga banyak kelebihannya dibanding bangsa lain.
Tapi, rasanya terlalu banyak pelajaran yang perlu kita ambil dari Prof. Yamamoto dan Jepang; mereka membuktikan bahwa mereka dapat menjadi leader dan tidak kalah dengan dominasi yahudi dan bangsa eropa.
Saya sih juga ingin berkiprah sebesar Yamamoto; tapi seringkali bangsa ini saling membunuh satu sama lain ketika akan ada yang mau naik. Persis yang dikatakan Emha Ainun Najib.
Jadi kesimpulannya, kita masih perlu banyak belajar! 😀
Seperti Mas bilang, orang jepang pada bisa kompak, kok kita malah ribut pada soal perbandingan. Berarti yg perlu kita pelajari lebih dulu adalah kekompakkan baik dalam studi, lingkungan, masyarakat, dst.
Salam dari orang yg ber IPK satu koma juga! 😀
Betul, Rizki …
Mental yang paling rusak di bangsa kita adalah pada gak kompak.
Bahasa kerennya Devide et impera
Nah itu yang ninggalin penjajah B.E.L.A.N.D.A
😀
Kalo penjajah Jepang mah udah pada tobat; tuh perusahaan2xnya dapat menggerakkan ekonomi negeri kita.
ya udah.. prof yamamoto versi indonesia adalah prof agung trisetyarso
senang baca tulisan nya, kita tunggu hasil karya teman-teman
Yup2 prof yamamoto versi indonesia adalah prof agung trisetyarso, setuju :).
Saya sih gak bangga2in belanda…
tapi sebenernya pada intinya sih seperti yg saya tulis artikel ini cuman isinya tentang ngebanggain orang2 dilingkungan mas agung (yang pernah kerja dengan mas agung 🙂 tuh bilang sendiri di tulisannya.
Nick saya “someone from delft” cuman mo bilang kalo sebenernya QC gak hanya di kuasain jepang ato amerika aja. Dan saya juga gak kerja dengan orang2 yg saya sebut, cuman saya mo bilang kalo di Delft, saya mendengar kalo mereka adalah pakar QC dan diakuin terbaik di dunia. Trs terang saya heran kok mas agung men’deny’ keberadaan delft di tulisannya sedangkan dlm artikel ataupun majalah populer yg saya baca selalu menyebut nama Delft (sebut saja Scientific American seri Nanotechnology, Nature, Science) :). contoh jelasnya buka aja publikasi di grup Yamamoto.
Kalo dari list publikasi beberapa tahun terakhir, kualitas publikasi grup Yamamoto menurun dan kebalikannya di Delft meningkat. Jadi wajar kan kalo saya bilang “saat ini yg terbaik” ada di Delft.
(liat postingannya kalo saya bilang sekarang dan ngetren :))
Gitu jadi saya gak bilang kalo mereka terbaik untuk selamanya bisa aja nanti Grup Yamamoto nanjak lagi. Namanya juga science ada up and down.
Ass. wr wb,
Mas , saya pikir, peninggalan jelek masa lalu itu yang harus kita tinggalkan. Tidak perlu kita pertengkarkan lagi, lupakan saja.
jadikan sejarah masa lalu sebagai pelajaran untuk maju ke depan….
sya pikir begitu..
waasalam…
Mas “Someone”,
Nih, saya tegasin lagi:
Saya tidak men”deny” Delft itu punya pakar-pakar QC.
Konteksnya mohon dilihat.
Bidang QC menunjukkan bahwa orang Asia dapat setara, atau bahkan lebih tinggi dari bangsa-bangsa lain.
Itu aja kok.
Kalau masalah kontribusi Prof.Vandersypen; saya akui beliau professor yang hebat banget.
Cuma mungkin belum melegenda seperti Chuang, Yamamoto, Steane, Preskill, Shor dkk.
Kita udahi aja ya, perbedaan pendapatnya?
salam sejahtera,
aku mau ikut bicara boleh ?
aku pikir yang penting kita mau bekerja sama bahu membahu untuk membangun iptek tanah air.
setelah beberapa tahun bekerja dengan orang asia, aku pikir kemampuan kita tidaklah kalah dengan bangsa asia.
kita punya punya banyak sumber daya untuk iptek. yang perlu kita kembangkan cuma kemauan untuk meneliti dan kita harus benahi mental kita. kupikir dulu waktu kuliah, banyak dosen2 yang ngejar proyek hanya untuk mendapatkan untung saja. begitu juga sebalik, banyak oknum2 pemerintah yang memberikan proyek2 kepada orang yang dapat memberika keuntungan ke pada ‘mereka'(bukan negara).
he..he..he…he…. memang kita harus objektif dalam menilai dan pandai dalam melihat topik permasalahan.
mungkin itu komentar saya tuk diskusi panjang diatas.
btw, spertinya yang perlu menjadi perhatian kita ialah bagaimana membuat Indonesia juga menjadi leader di bidang QC, mungkin kang Agung Trisetyorso bisa jadi pelopornya.
sukses mas
Well sodara someone, karena udah dingin keadaanya, saya tanggapi lagi:
Sebagai orang yang tidak bergerak dibidang QC, anda perlu tau, bahwa Vandersypen itu berasal dari Stanford http://www-snow.stanford.edu/former.html
alias yuniornya Isaac Chuang. http://www.stanford.edu/group/yamamotogroup/people.html
Alias lagi jauh dibawah Yamamoto.
Jangan dibandingkanlah kalau begitu ..
Ya … sekarang tinggal berdoa aja … kita bisa bersaing dengan mereka …
Salam,
Agung
[…] https://trisetyarso.wordpress.com/2007/11/07/teknologi-kuantum-milik-asia/ […]
O iya lupa kok gak nyebut2
David A. Awschalom di USC ya 🙂
Jelas2 beliau nulis nature terus 🙂
Btw anda menyebut Rodney van Meter dari jepang lebih hebat dari Vandersypen ?
kok bisa hehehehe
jelas2 PhDnya baru tahun 2006 gitu
(baru liat CVnya :))
n gak ada publikasi Phys. Rev. , Nature dan Science.
Untuk yg terakhir D. A. Awschalom punya kerjasama
dengan Kouwwenhoven.
Salahsatu anak didiknya si Ron Hanson (delft) post doc disana.
N perlu diketahui Ron Hanson jadi prof di delft muda (umurnya 30) dibawah grup si Kouwenhoven.
Btw dia jg pernah di NTT jepang.
http://qt.tn.tudelft.nl/~ronald/
Kalo mas agung liat tuh professor… gak ada tampang2 prof sama sekali 🙂
N jelas2 kemaren di Scientific American ada artikel yg ngupas tentang spintronic di diamond untuk QC (applikasi terbaru banget).
Ini Linknya
http://www.sciam.com/article.cfm?chanID=sa006&colID=1&articleID=F9D31D6D-E7F2-99DF-39BA3F8E1B66972A
Mas dari Delft … Mas … Mas,
Kok panatik banget seh sama Belande-nye … 😀
Berikut jawaban saya:
1. Karena Mas adalah sama sekali *bukan* pelajar apalagi periset dalam bidang QC, memang *susah* sekali menyadari apa yang terjadi di QC. Karena apa? Karena ke-fanatik-an Mas sama orang Belande udah kentel banget.
Sebagai langkah awal, silakan beli dulu bukunya Michael Nielsen dan Isaac Chuang. Silakan lihat siapa sih Yamamoto, Vandersypen, David A. Awschalom, dan Kouwwenhouven.
Buku Chuang dan Nielsen adalah buku rujukan utama dan pertama dalam bidang QC. Itu sebabnya kite dari situ aja rujukannya.
Ok, dech; kalo anda bulum punya, nih saya kasih tahu, fakta dari buku tersebut:
1. Yamamoto dikutip lebih dari 5 paper.
2. Vandersypen sekitar 3.
3. David A. Awschalom HANYA 1
4. Kouwwenhoven : 0 (!)
Itu cuma memberikan ke anda mengenai peta sesungguhnya …
Kedua, mengenai Prof.Rod.
Betul, beliau baru pada tahun 2006 diberi PhD oleh Keio; tapi … sekali lagi tapi … lihat dulu dong prestasinya. Executive Member of IEEE dalam bidang storage dimana ia telah memiliki paten dibidang itu.
Tidak semua PhD bahkan dari MIT atau Stanford dapat posisi itu.
Saya 4 hari yang lalu diskusi dengan Thaddeus Ladd (dari Stanford), dan beliau jelas-jelas sekali menaruh respek yang sangat tinggi ke Rod. Bahkan beliau sampai detik ini terlibat proyek-proyek prestisius antara Stanford, NII (National Institute of Informatics), NTT (Telkomnya Jepang) disebabkan oleh keberadaan Prof.Rod disitu.(Kebetulan saya juga masuk di proyek itu … )
Btw, segitu dulu yah, penjelasannya … sebetulnya saya gak mau memperpanjang sih …
http://www.msstc.org/excom.html
Silakan lihat Nama Rodney Van Meter disitu
Mas dari Delft,
Cuba bandingkan tokoh yang anda sebut dengan Hideo Mabuchi.
Saya gak sebut Hideo Mabuchi, karena sekalipun beliau orang yang hebat banget, tetap aja belum melegenda alias selevel dengan Yamamoto, Chuang, Shor dsb.
Btw..
gak usah di perpanjang lagi deh:)
soalnya jelas2 anda gak melihat perkembangan QC di Nature, Science dan Scientific American… 🙂
Mending ngebanggain beberapa researcher2 Indo yg berkiprah diluar dan masih tergolong muda 🙂
1. Jerry Prawiharjo (FI ITB 99, Grad. PhD Southampton 2003, Fellow 2003-…)
PhD termuda Indonesia
2. Hadi Susanto (MA ITB 97, Grad. PhD Twente 2006, Fellow Univ. Mass. 2006-2007, Ass. Prof. Univ. Nottingham 2007)
Jumlah paper terbanyak saat ini untuk young Indonesia Researcher, total: 28 paper
First Author: 15 Phys. Rev. A, B, C, D, E, Lett.
masih ada Ariando (FI ITB 94, Grad. PhD Twente 2005)
Papernya tentang Josephson Junction terbit di majalah Nature, Science dan cover Nature Physics.
O iya lupa Andrivo (FI ITB 94, Grad. Univ. Groningen 2005)
Yah segitu aja, ngapain sih bangga2in Yamamoto lah belanda lah.. mendingan banggain researcher Indo….
@ Mas Someone from Delft,
Ya sudah kalo mau ganti topik … 🙂
Btw, udah dipahami ya … mengenai posisi Yamamoto, Hideo Mabuchi, Chuang dibanding ilmuwan2x yang anda sebut itu?
Well, saya sih kenal baik dengan Hadi, Andrivo dsb yang anda sebut itu; dan saya juga bangga dengan mereka kok.
Kalo mau disebut Roby Muhamad ato Rudy Raymond dsb; selain kenal baik, saya juga bangga kok.
Tapi ya itu semua udah OOT alias udah Out Of Topics.
Yup..
Tapi yg mo ditekenin disini adalah mas cuman membanggakan orang2 tersebut notabene karena mas punya kontak sama mereka 🙂
contoh jelasnya Rodney van Meter..
Mas bangga2in dia krn dia supervisor mas kan ?
mmm inget mas..
Scientist sejati itu adalah scientist yg gak perlu sesumbar akan apa yg ada di belakang mas…
tetapi buktikan dengan kinerja tanpa comment 🙂
Makanya saya berikan contoh2 orang indo diatas
krn terus terang mereka tipe yg rendah hati walaupun mereka dah mencapai langit.
Dan orang kayak gitu akan terus berkarir terus2an di dunia sains…
Ok deh mas.. saya cuman sebel aja sih sebenernya baca artikel2 mas secara gak sengaja ngeliat dari postingan2 mas di milist.
Sebenernya kerjaan saya pun ke arah Photonic crystal dan Nanotechnology…
Tapi lbh jelasnya rahasia :)…..
Mas Delft,
Tidak semua menganggap tulisan saya adalah sesumbar.
Mohon maaf jika anda nganggap itu sesumbar.
Btw, saya sih dididik untuk berkata jujur; kalau orang itu hebat ya katakan hebat; kalau tidak ya katakan tidak.
Kalau Yamamoto, Isaac Chuang, Hideo Mabuchi dsb lebih baik dari Kouwwenhoven dsb, ya katakan saja … untuk apa malu2x …
Kalau Rod itu orang hebat, ya katakan saja hebat (executive committee di IEEE … anda perlu ragu sebelah mananya coba). Btw, pembimbing saya itu ada 2; yang pertama adalah Kohei M. Itoh, yang merupakan “anak”-nya Eugene Haller dan Charles Kittel, dan yang kedua Rodney Van Meter.
Dan, saya tidak perlu malu atau sungkan mengungkap siapa diri saya; karena begitulah seharusnya sikap ilmuwan. Berani bersikap apa adanya …
Bukan bersembunyi … orang bersembunyi biasanya tak jujur …
Mmm anda salah….
anda kalo emang orang yg merasa terdidik…
ada baiknya anda menjelaskan apa yg anda lakukan
dan hasil apa yg anda dapatkan…
bukan bekerja dengan siapa anda…
Makanya saya memilih tanpa identitas.. krn seandainya saya pun bekerja dengan orang hebat…
saya tidak akan menyebut nama orang itu…
Tapi hasil apa yg saya dapatkan…
Namun rasanya tidak tepatlah saya menyebut hasil kerjaan saya disini krn ini adalah blog anda…
Pernahkan anda mereview ato mensubmit paper ?
Apakah nama reviewernya selalu keliatan ?
mereka selalu jadi anonymous…
karena pihak publisher pun gak akan mau menyebut nama mereka.. karena reputasi akademis terkadang tidak pantas disandang dengan sebuah nama…
Makanya sekali lagi saya cuman mengajukan vandersypen krn bisa aja grup tersebut sepertinya akan menjadi grup Chuang di masa depan..
dan setelah itu bisa aja grup lain..
Jadi yg terpenting dalam sains adalah hasil apa yg di dapat dari orang tersebut bukan nama..
Sekadar kritik, saya menganjurkan kalo emang anda seorang scientist blogger cobalah menulis tentang suatu hal yg anda kerjakan bukan hanya saya kerja dengan dia lah. Saya akan sangat senang sekali membacanya..
Mas dari Delft,
Sebelumnya, makasih banget ya kunjungannya …
Btw, blog ini kan cuma sarana curhat saya aja; hari ini saya ngapain dsb … jadi ya isinya macam-macam.
Btw, kalo anda perhatikan, saya sempat juga memposting beberapa karya saya di Jepang; contohnya karya grup kami, dimana Thaddeus Ladd dan saya juga terlibat, untuk membuat mesin babbage reversible pertama.
Karya itu gak main-main, lho; udah dibeli oleh Lego …
Emang sih belum banyak yang dapat saya kerjakan disini …
Btw, thanks sekali lagi ya untuk kunjungannya …
Wah, saya terlambat nih mengikuti diskusi ini. meskipun udah dari taon yg lalu saya mau kasi tambahan aja dari sudut pandang peneliti mengenai publikasi.. background saya lebih ke fisika dan math, tapi bukan qc, dan saya enggak tau sama sekali pakar2nya qc, Jadi mungkin pendapat saya ini dari pihak awam. moreover, saya enggak ada afiliasi sama sekali dgn delft ato jepang,
Seperti yg disebut mas dari delft itu, impact factor merupakan hal yg sangat penting utk publikasi. Meskipun publikasi ieee sangat prestis di bidang eng. (terutama ee), namun kalo dibandingkan dgn nature maupun science itu jauh banget mas bedanya. Saya ingat waktu saya kerja di salah satu univ. ivy league di us, saking prestisnya publikasi nature dan science, pihak univ. enggak segan2 membantu para ilmuwan asing yg publish di nature/science (bahkan satu paper sekalipun) utk mendapatkan green card us.
Buat saya yg awam bidang qc, otomatis saya akan regard para ilmuwan di bidang qc melalui publikasi mereka di journal2 dgn high impact yg paling tinggi. Bukan berarti bhw para ilmuwan yg enggak punya publikasi di nature/science merupakan 2nd class karena banyak juga top scientist yg enggak punya publikasi di jurnal2 ini.
But, in general, para scientist yg punya publikasi di journal2 ini (apalagi yg jumlahnya lebih dari satu) enggak bisa dipungkiri masuk jajaran top scienctist in the world.
@ Pitung
Saya gak menafikkan nature dan science, karena Yamamoto dan Chuang itu langganan juga disana.
Doain ya … saya insya Allah juga akan publish disana dalam 1-2 tahun ini …